Bank Digital Berat di Awal, Berbuah Efisiensi di Masa Depan

Bank Digital Berat di Awal, Berbuah Efisiensi di Masa Depan

Bank digital dianggap cenderung lebih efisien daripada pesaing konvensional. Mereka hanya membutuhkan kantor pusat atau setidaknya kantor fisik yang terbatas. Namun, indikator menunjukkan hal itu bank digital tidak segera mencapai efisiensi, terutama pada putaran awal operasinya.

PT Bank Digital BCA (atau BCA Digital), misalnya, menunjukkan tren peningkatan inefisiensi di tahun pertamanya. Rasio beban operasional terhadap pendapatan operasional (BOPO)—indikator profitabilitas atau profitabilitas—meningkat menjadi 135,8% di tahun 2021 dari 43,4% di tahun sebelumnya (lihat grafik).

BOPO meningkat karena teknologi informasi (atau TI) dan biaya promosi, serta biaya lain untuk pengembangan dan pengenalan produk. BCA Digital mencatat semua biaya tersebut akan berujung pada rugi bersih di tahun 2021.

BCA Digital baru saja meluncurkan aplikasi mobile untuk layanan perbankan digitalnya yang diberi nama “blu” pada Juli 2021. Ini lebih dari setahun setelah PT Bank Central Asia (BCA) yang merupakan perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar melahirkan anak perusahaannya pada Mei 2020.

(Membaca: Layanan Bank Digital Bukalapak dan Rilis Standard Chartered)

Bank digital menjadi semakin populer, terutama karena momentum wabah Covid-19 yang agak canggung. Meskipun Indonesia telah jatuh ke dalam resesi pertama sejak 1998, bank digital melihat peluang bisnis yang menjanjikan di tengah percepatan adopsi layanan keuangan digital.

Transaksi dengan layanan perbankan digital dapat diselesaikan setelah wabah mereda. Bank Indonesia menyebutkan, nilai transaksi perbankan digital meningkat 27,82% menjadi Rp 4,36 kuadriliun pada Juli 2022 dari tahun sebelumnya.

Sejumlah bank digital juga mampu mendorong efisiensi. Meski masih menunjukkan tekanan operasional, PT Bank Jago (atau Bank Jago) mencatatkan penurunan BOPO menjadi 98,52% di tahun 2021 dari 261,1% di tahun sebelumnya (lihat grafik). Ini menandai “peningkatan efisiensi,” menurut bank yang kode tickernya adalah ARTO.

Bank Jago juga berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp86,02 miliar pada tahun 2021, membalikkan rugi bersih sebesar Rp189,56 miliar pada tahun sebelumnya.

Sama seperti BCA Digital, Bank Jago juga baru saja meluncurkan aplikasi mobile bernama “Jago” pada April 2021. Bank Jago telah mengambil langkah transformasi digitalnya sejak tahun 2020. Dengan raksasa ojek online dan dompet digital Gojek sebagai pemegang saham, mereka juga mengintegrasikan aplikasi layanannya dengan layanan keuangan digital Gopay.

Di sisi lain, bank konvensional besar menunjukkan tren peningkatan efisiensi yang merata di tahun 2021. PT Bank Mandiri (atau Bank Mandiri), misalnya, berhasil mengembalikan BOPO ke level sebelum pandemi sebesar 67,26% di tahun 2021, setelah sempat naik menjadi 80, 03% pada tahun 2020.

Meski trennya cenderung bervariasi di tahun-tahun awal, bank digital berpeluang tumbuh lebih pesat di tahun-tahun berikutnya, sejalan dengan perubahan perilaku nasabah akibat pandemi. BCA Digital menargetkan untuk memperoleh 500.000 nasabah baru hingga tahun 2022, yang tumbuh sebesar 90,57% dari jumlah nasabah di tahun sebelumnya.