Catatan dari T20 untuk G20: Kerja Sama Multilateral Kunci Pemulihan Global

Catatan dari T20 untuk G20: Kerja Sama Multilateral Kunci Pemulihan Global

Pemulihan Berkelanjutan Melalui Tata Kelola yang Lebih Baik

Memperbaiki tata kelola adalah solusi yang dikejar T20 dalam pemulihan pembangunan. Salah satunya adalah untuk mempromosikan kesejahteraan dalam masyarakat digital.

Menurut peneliti, transformasi digital memiliki banyak manfaat bagi kelangsungan hidup manusia. Namun, masih banyak kendala yang membatasi masyarakat dalam proses digitalisasi.

Panelis pada sesi pleno ketiga Indonesia T20 Summit 2022 bertajuk “Rethinking Social Well-being in Digital Society” pada Selasa (6/9/22) membahas adanya kesenjangan yang merugikan masyarakat dalam transformasi digital.

Berbagai faktor sosial seperti minimnya pendidikan hingga kemiskinan juga menjadi latar belakang munculnya ketimpangan. Oleh karena itu, panelis percaya bahwa aturan yang disepakati bersama dapat membuat penggunaan internet menjadi lebih inklusif.

Vice President United Nations Sustainable Development Solutions Network (SDSN) Asia Wing Thye Woo mengatakan perlunya kesetaraan dalam infrastruktur teknologi, akses dan kecepatan internet, kapabilitas atau literasi digital, dan kemampuan berbahasa Inggris untuk mendukung transformasi digital.

“Yang paling penting, jaring pengaman sosial harus dirancang dengan baik karena transformasi digital memerlukan redistribusi tenaga kerja secara besar-besaran di seluruh perusahaan,” kata Wing.

Direktur Eksekutif Layanan Dialog Indonesia Devi Aryani menegaskan, transformasi digital sangat bermanfaat terutama bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dan sektor informal. Jadi, selain aturan, kerjasama antar aktor juga perlu dilakukan.

“Ini membutuhkan kerja sama yang erat antara pemerintah, industri, dan sektor pendidikan dalam pengerjaannya,” kata Dewi.

-
Para panelis berdiskusi dalam sesi pleno ketiga bertajuk “Rethink Social Well-being in Digital Society”, Selasa (6/9/22). Kredit: Sekretariat T20

Oleh karena itu, T20 Indonesia merekomendasikan beberapa kebijakan untuk menjadikan digitalisasi lebih inklusif dan aman bagi masyarakat, termasuk kelompok rentan, perempuan dan anak. Rekomendasi ini dirangkum dalam “Transformasi Pemerintahan ke Masyarakat Digital” dalam Komunike T20.

Ada tiga poin utama di dalamnya. Pertama, mengurangi heterogenitas regulasi di tingkat global dengan strategi memperkuat keamanan siber untuk mendukung infrastruktur digital, koordinasi tata kelola data, menciptakan kerangka kerja untuk reformasi struktural dan pemantauan keamanan aktivitas keuangan digital.

Kedua, mendorong kerjasama lintas sektor untuk pembangunan masyarakat cerdas untuk mewujudkan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG). Strategi melahirkan kota Pintar bersama dengan pihak swasta dan bekerjasama dalam berbagai sektor strategis seperti pertanian, kesehatan, dan pendidikan.

Terakhir, mengatasi kesenjangan digital berupa literasi dan infrastruktur digital serta mendukung digitalisasi UKM. Hal ini dapat dilakukan dengan pemerataan akses dan infrastruktur internet terutama di negara berkembang, memperkuat keamanan internet untuk anak dan perempuan, serta mengatasi kesenjangan keterampilan dan literasi digital bagi UKM.

-

Di tengah ketegangan geopolitik global akibat konflik Rusia-Ukraina, T20 Indonesia juga menekankan pentingnya kerja sama dan peningkatan tata kelola multilateralisme.

Dalam keynote speech pada sesi pleno keempat Indonesia T20 Summit 2022 bertajuk “From T20 to the World” pada Selasa (6/9/22), Direktur Center for Sustainable Development of Colombia University Jeffrey Sachs mengatakan kerjasama global dan kemitraan merupakan salah satu pilar isu keberlanjutan.

“Sayangnya, kami gagal dalam pencapaian ini. Faktanya, kita memiliki tantangan yang sama dalam konteks kemanusiaan, isu lintas batas dan ekonomi global terlepas dari deglobalisasi,” ujarnya.

Hal ini menjadi perhatian utama dalam rekomendasi kebijakan Komunike T20 dengan tema “Restoring Global Governance”. Ada tiga rekomendasi di dalamnya. Pertama, mengelola risiko geopolitik & menjaga stabilitas global. Hal itu dapat dilakukan dengan memastikan kerja sama dalam sistem perdagangan multilateral tetap berjalan meskipun ada ketegangan politik.

Kedua, dengan mendukung mekanisme dialog antara G20/T20 dan pertemuan multilateral lainnya. Ketiga, menjaga dialog dengan semua pihak dan berkomitmen untuk menstabilkan ekonomi makro global.

-
Para panelis membahas pentingnya multilateralisme dalam sesi pleno terakhir “From T20 to the World”, Selasa (6/9/22). Kredit: Sekretariat T20

Pada kesempatan yang sama, Co-Chairman T20 Indonesia, Bambang Brodjonegoro berpendapat, menghidupkan kembali multilateralisme di bidang ekonomi bisa menjadi awal dari kerja sama yang sempat goyah.

“Multilateralisme menjadi lebih bermakna karena dunia sebenarnya sudah merasakan dampak positifnya saat melewati pandemi Covid-19,” kata Bambang.

Rekomendasi kedua adalah meninjau tujuan lembaga keuangan, khususnya untuk kepentingan barang publik global dan menangani ketidaksetaraan. Ada empat strategi di dalamnya, yaitu pertama, memberikan pembiayaan dan bantuan teknis kepada Bank Pembangunan Multilateral untuk pemulihan ekonomi yang berkelanjutan.

Kedua, mulai pengurangan utang, terutama untuk negara berpenghasilan menengah dan rendah. Ketiga, menggunakan pembiayaan campuran untuk meringankan beban pemulihan ekonomi. Dan keempat, melaksanakan pertukaran informasi tentang isu perpajakan global.

-
Hadirin pada sesi pleno terakhir “From T20 to the World”, Selasa (6/9/22). Kredit: Sekretariat T20

Dirjen Riset dan Sistem Informasi Negara Berkembang (RIS) Sachin Chaturvedi dalam diskusi yang sama menyoroti empat isu yang dihadapi dalam reformasi lembaga keuangan antara lain reformasi kerangka kelembagaan, pembiayaan pembangunan, meninjau kerangka waktu dan parameter pembangunan, serta sebagai pendistribusian barang publik global khususnya di bidang kesehatan berupa vaksin dan keamanan pangan.

“Oleh karena itu, kerja sama global sangat diperlukan,” katanya.

Rekomendasi ketiga adalah mengembangkan lembaga internasional yang lebih efektif untuk mendukung pemulihan yang berkelanjutan. Strateginya adalah mereformasi atau membuat institusi Bretton Woods baru.

Masih dalam kesempatan yang sama, Bambang menekankan perlu adanya skema pembiayaan pembangunan global yang baru. Disebutkannya, saat ini dunia tidak bisa lagi menggunakan kerangka lama karena perkembangan isu yang dihadapinya.

“Sistem pembiayaan pembangunan saat ini perlu melakukan reorientasi tujuan dan skema, terutama bagi negara berkembang untuk mengantisipasi potensi permasalahan global di masa mendatang,” jelas Bambang.

Menurut Bambang, semua negara kini dihadapkan pada transisi energi dan perubahan iklim. Namun, beban negara berkembang akan semakin besar karena harus berhadapan dengan krisis ekonomi dan kemiskinan. Jadi, ini adalah strategi yang tepat agar seluruh negeri bisa pulih dari keterkejutan secara bersamaan.