Peta Elektabilitas Prabowo vs Ganjar vs Anies, Bagaimana Jokowi Effect?

Logo Katadata

Berbeda dengan tiga pemilihan presiden (Pilpres) sebelumnya, Pilpres 2024 dipastikan akan diikuti tiga pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres). Persaingan berebut suara diperkirakan ketat sehingga pemilihan kemungkinan akan berlangsung dua putaran.

Ketiga pasangan capres dan cawapres tersebut adalah Ganjar Pranowo-Mahfud MD yang didukung koalisi PDIP, PPP, Hanura, dan Perindo. Kemudian Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar yang didukung Nasdem, PKB, dan PKS. Lalu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming dengan koalisi Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, PBB, dan PSI.

Survei yang dilakukan Lembaga Survei Indonesia (LSI) pada 2-8 Oktober 2023 mencatat pasangan Prabowo-Gibran memiliki tingkat elektabilitas tertinggi. Pasangan tersebut memperoleh 36%, dibandingkan Ganjar-Mahfud sebesar 33,1%, dan Anies-Muhaimin sebesar 23,5%. 

Di atas kertas pasangan Prabowo-Gibran memang memiliki peluang paling besar untuk memenangkan pilpres. Pasangan ini memiliki dukungan partai-partai koalisi terbesar. 

Jika mengacu hasil Pemilu 2019, koalisi ini memperoleh 43,3% dan menang di seluruh wilayah Sumatra, Papua, Nusa Tenggara, serta sebagian Sulawesi dan Jawa. 

Sementara koalisi pasangan Ganjar-Mahfud memperoleh 29,4% suara dan menang di sebagian wilayah Jawa, Kalimantan, Bali, Maluku, dan Sulawesi Utara. Adapun koalisi Anies-Muhaimin yang terkecil, yakni 27,4% suara dan hanya menang di Provinsi Kalimantan Utara. 

Demikian pula di Jawa yang memiliki suara pemilih lebih dari 50%. Koalisi partai pendukung Prabowo-Gibran menguasai daerah pemilihan (dapil) di wilayah barat Pulau Jawa dan sebagian dapil di Jawa Tengah dan Jawa Timur. 

(Baca: Jejak Dinasti Politik Keluarga Presiden dari Soekarno Hingga Jokowi)

Sementara Ganjar dapat memenangkan sebagian besar wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dengan mengacu pada data yang sama, Anies hanya menang di beberapa dapil Jawa Timur . 

Hasil suara di Pemilu 2019 ini berbanding lurus dengan hasil survei LSI periode 2-8 Oktober 2023. Ganjar disokong oleh PDIP yang memiliki elektabilitas tertinggi sebesar 26,1%. Jika ditambah dengan elektabilitas anggota koalisi yang lain, jumlahnya mencapai 30,3%. Sementara koalisi Prabowo memiliki elektabilitas 34%, dan Anies sebesar 20,6%.

Dosen Komunikasi Politik Universitas Gadjah Mada (UGM) Nyarwi Ahmad mengatakan, di atas kertas pasangan Prabowo-Gibran yang paling diuntungkan dengan kekuatan basis partai pendukungnya. Namun, suara partai tidak menjamin kemenangan dalam pilpres. 

“Partai pendukung itu modal, terbukti di era Jokowi dan SBY. Tapi partai pendukung bukan jaminan yang bisa membuat elektabilitas meningkat tajam,” kata Nyarwi yang juga Direktur Eksekutif Indonesian Presidential Studies kepada Katadata.co.id, 16 Oktober 2023. 

Dia mencontohkan hasil Pilpres 2004 dan 2014. Pada 2004, pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla (JK) berhasil memenangkan pilpres. Meskipun putaran pertama pasangan ini hanya didukung koalisi Demokrat, PBB, dan PKPI yang memiliki suara 11,3% berhasil meraih suara tertinggi sebesar 33,6%. 

Kemudian pada putaran kedua, pasangan ini mendapatkan tambahan dukungan partai koalisi menjadi 38,4%. Sementara pasangan Megawati-Hasyim Muzadi yang menjadi lawannya memperoleh dukungan koalisi sebesar 55,8%. Namun pasangan SBY-JK berhasil memperoleh suara sebesar 60,62%, sedangkan Megawati-Hasyim sebesar 39,38%. 

Begitu pula pada Pilpres 2014, pasangan Joko Widodo-Jusuf Kalla hanya didukung koalisi PDIP, Nasdem, PKB, dan Hanura yang hanya memiliki 39,98% suara. Meski begitu, pasangan ini berhasil meraih 53,15% suara. 

Jika melihat sokongan partai dan elektabilitasnya, pada Pilpres 2024 persaingan akan lebih ketat antara Prabowo dan Ganjar. Sementara Anies diperkirakan sulit untuk melaju ke putaran kedua. Bahkan jika responden dalam survei yang menjawab tidak tahu atau tidak jawab memilih Anies.  

“Anies baru bisa punya peluang ketika bisa meraup suara kandidat lain, sambil mengikuti isu-isu yang akan berkembang lainnya,” ujar Nyarwi.

Sebagai presiden yang menjabat selama dua periode, Joko Widodo (Jokowi) memiliki pengaruh besar untuk mendongkrak suara capres. Fenomena tersebut dikenal dengan istilah coattail effect atau efek ekor jas. 

Political Dictionary mendefinisikan efek ekor jas sebagai kondisi dimana popularitas kandidat politik atau pemimpin menyebabkan peningkatan total suara bagi kandidat lain. Dalam kasus ini, fenomena efek ekor jas Jokowi bisa terjadi karena banyak faktor, salah satunya adalah arah dukungan Jokowi terhadap salah satu capres.

Menurut Nyarwi Ahmad, Jokowi punya kemampuan untuk membuat kebijakan yang merakyat dan menyasar masyarakat golongan usia muda. Efeknya tentu membuat masyarakat yang merasa diuntungkan dengan kebijakannya akan terpengaruh approval Jokowi.

(Baca: Keampuhan Dukungan Jokowi untuk Mengerek Suara Prabowo)

Prabowo dan Ganjar adalah dua kandidat yang paling diuntungkan adanya coattail effect Jokowi. Survei Indikator Politik pada 30 April-5 Mei 2023 lalu menunjukkan hal itu. Elektabilitas keduanya menanjak hingga 38% jika memperoleh dukungan Jokowi. Sebaliknya, efek tersebut tidak dirasakan Anies. 

Lebih lanjut Nyarwi memastikan, langkah Prabowo yang menggandeng Gibran sebagai cawapresnya akan merugikan PDIP dan Ganjar. Selama ini PDIP dan Ganjar yang memperoleh keuntungan dari popularitas Jokowi. Hal ini bisa terlihat dari survei LSI yang dilakukan melalui telepon acak kepada 1.229 responden pada 16-18 Oktober 2023. 

Survei tersebut menunjukkan terjadi kenaikan tingkat elektabilitas Prabowo jika menggandeng Gibran dari 35,8% menjadi 39,2%. Sebaliknya elektabilitas Ganjar mengalami penurunan dari 30,9% menjadi 25,4%.

Katadata juga melakukan analisis tren kinerja presiden dan elektabilitas para capres sejak Januari hingga Juli 2023 menggunakan data dari LSI. Ditemukan ada korelasi kuat bahwa kepuasan masyarakat terhadap kinerja presiden, punya dampak terhadap elektabilitas para capres.

Dari hasil survei LSI ditunjukkan bahwa tren kepuasan masyarakat terhadap kinerja presiden terus mengalami kenaikan. Jika data kepuasan masyarakat terhadap kinerja presiden dianalisis dengan rumus koefisien korelasi terhadap elektabilitas tiap capres, hasilnya berada di angka hampir mendekati 1 atau -1 untuk ketiga capres.

Untuk Prabowo, koefisien korelasi kepuasan masyarakat terhadap kinerja presiden dan elektabilitasnya berada di angka 0,882. Hal ini menunjukkan korelasi sangat kuat yang positif. Artinya kenaikan kepuasan masyarakat terhadap kinerja Jokowi, juga membantu meningkatkan elektabilitas Prabowo.

(Baca: Menakar Efek Jokowi Bisa Mengerek Kans Kaesang di Pilkada Depok)

Begitu pula dengan Ganjar Pranowo, koefisien korelasi kepuasan masyarakat terhadap kinerja presiden dan elektabilitasnya berada di angka 0,512. Angka ini juga menunjukkan korelasi kuat yang positif. 

Namun sebaliknya dengan Anies. Dia justru mendapatkan koefisien korelasi antara kepuasan masyarakat dengan kinerja Jokowi dan elektabilitasnya di angka -0,884. Angka tersebut memiliki korelasi sangat kuat, tetapi korelasinya bersifat negatif atau reverse coattail effect.

Sederhananya, semakin meningkatnya kepuasan masyarakat terhadap kinerja Jokowi, maka elektabilitas Anies Baswedan cenderung merosot.

Nyarwi Ahmad mengatakan, coattail effect memang seperti bejana berhubungan. Ketika ada yang naik, maka pasti akan ada yang turun. “Anies seharusnya bisa lebih tajam menyampaikan narasi perubahannya, karena narasi perubahan yang ditawarkan Anies belum terlalu menonjol,” kata dia.