Meutya Hafid: Berpolitik Sampai Representasi Perempuan Melebihi 25% – Meutya Viada Hafid

Logo

Pemilu 2024 merupakan periode keempat bagi Ketua Komisi I DPR RI periode 2019-2024, Meutya Hafid, menduduki kursi parlemen. Dalam pertarungan menuju Senayan kali ini, Meutya bersama Golkar- partai pengusungnya sejak awal masuk ke dunia politik- kembali mewakili daerah pemilihan (dapil) Sumatera Utara I yang meliputi Kota Medan, Kota Tebing Tinggi, Kabupaten Deli Serdang, dan Kabupaten Serdang Bedagai.

Perempuan bernama lengkap Meutya Viada Hafid itu mengawali kariernya sebagai legislator pada 2010. Saat itu, ia menggantikan kader Golkar dari dapil Sumatera Utara 1 yang meninggal dunia, yaitu Burhanuddin Napitupulu. Pada periode 2014 hingga 2016, ia menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen Dewan Perwakilan Rakyat. 

Pada pemilihan umum 2024 ini, Meutya menjadi satu-satunya calon anggota legislatif (caleg) perempuan yang terpilih dari dapil Sumut I dengan perolehan 147 ribu suara. Sebagai kader Golkar di dapil Sumut I, ia menempati posisi kedua tertinggi setelah rekan separtainya, yaitu mantan Wakil Gubernur Sumatera Utara Musa Rajeksha. Selain itu, ia mencetak rekor perolehan suara tertinggi di Kabupaten Serdang Berdagai, mengalahkan kolega separtai. 

Setelah lebih dari satu dekade beralih profesi dari jurnalis menjadi politikus tulen, Meutya menyebutkan masih ada pekerjaan rumah di legislatif yang belum selesai. Ia ingin membuktikan perempuan bisa berperan maksimal dalam politik. Sebab itu, kampanyenya berfokus pada isu-isu perempuan. 

Kepada Katadata, ia berbagi cerita mengenai titik tolak karier dan fokus pada isu-isu perempuan. Sebagian cerita tersebut berangkat dari pengalaman pribadinya sebagai ibu sekaligus politikus. Simak perbincangan Katadata dengan Meutya Hafid pada Selasa (19/2/2024) berikut ini:

Selama empat kali mencalonkan diri di legislatif, apakah ada perubahan fokus isu dan strategi kampanye?

Fokus saya kepada perempuan dan anak muda. Jadi pada pemilu ini, 90% dari peserta acara saya adalah perempuan. Kami memang mengundang perempuan, sehingga kampanye sekaligus melakukan edukasi. Karena saya satu-satunya perempuan di dapil saya, saya ingin mengedukasi pentingnya keterwakilan perempuan.

Isu yang saya bangun itu. Supaya juga menguatkan perempuan di sana. Ini, kan, bertentangan dengan pendapat bagaimana perempuan itu belum memilih perempuan. Perempuan tidak terlalu suka memilih perempuan. Perempuan akan memilih yang ganteng, laki-laki. 

Saya sekaligus menjadikan ini sebagai test case, bisa tidak perempuan mendapat suara perempuan. Ternyata lumayan ya. Kemarin dalam survei, kami, meraih suara tertinggi di kalangan pemilih perempuan. 

Caleg Golkar lain memang unggul di pemilih laki-laki. Walaupun mungkin saya tidak bisa nomor satu di dapil saya, tapi paling tidak mayoritas pemilih saya adalah perempuan. Itu berarti besar buat saya.

Komisi I DPR membidangi isu pertahanan, luar negeri, komunikasi dan informatika, serta intelijen. Bagaimana cara Anda menghubungkan isu itu dengan isu-isu perempuan yang Anda bawa ke dapil?

Saya bersyukur di pemilu kali ini, publik mulai aware dengan isu pertahanan. Pertahanan menjadi isu yang mulai dibicarakan oleh publik, mungkin karena capresnya adalah Pak Menhan. Saya melihat hal itu sebagai pintu masuk untuk mengedukasi bidang pertahanan. 

Bahwa, “Ibu-ibu, kalau saya mengurus pertahanan itu, tahu gak kalau terjadi perang, korban utama dan pertama adalah perempuan dan anak-anak?” Bahkan di negara maju lain menhannya adalah perempuan. Mereka sudah menggunakan perempuan sebagai agen perdamaian. Ada programnya perempuan untuk perdamaian. 

Tidak usah jauh-jauh perang. Kalau harga cabai, beras, sembako, itu naik luar biasa, sudah membuat rusuh dan yang terdampak adalah perempuan. Jadi pelan-pelan, para ibu itu menyadari isu pertahanan juga penting meskipun mereka tidak bisa lihat wujudnya. Memang tidak kasat mata, tapi luar biasa penting. Covid-19 juga menunjukkan pertahanan itu tidak melulu alutsista.

Nah isu luar negeri meskipun bersifat elitis, cakupannya luas dan sarat isu geopolitiknya, ternyata sudah menjadi perbincangan publik. Saat ini ada banyak isu yang menghangat, mulai dari Palestina, anak-anak muda yang menjadi korban perdagangan orang di Kamboja. Komisi I aktif berperan salah satunya dalam memulangkan TKI yang menjadi korban tersebut kepada orang tuanya di Sumatera Utara. 

Bagaimana cara Anda membagi waktu antara kampanye untuk kembali ke Senayan dengan kampanye sebagai tim pemenangan Prabowo?

Perlu ditambahkan, dalam setahun terakhir ini saya melakukannya sambil menjalani peran sebagai ibu yang masih menyusui bayi saya. Saya juggling antara menjalani peran sebagai Ketua Komisi I DPR, Ketua Komunikasi Partai Golkar, Wakil Ketua TKN Prabowo, dan kampanye sebagai caleg. 

Di antara itu semua, ada yang tidak kalah penting di rumah, anak saya yang masih berusia 1,5 tahun. Awalnya saya agak berat menjalani semua peran karena itu. Saya tidak bisa membayangkan mengurusi anak sambil bolak-balik mengurusi berbagai kegiatan politik. Tetapi Alhamdulillah sudah saya lewati dan bisa saya jalani dengan baik.

Apakah ada perubahan yang mencolok dalam bekerja setelah menjadi Ibu?

Dulu saya bisa kampanye ke sepuluh titik dalam sehari, sekarang enam titik. Intensitas bertemu dengan masyarakat menjadi berkurang. Tetapi dalam berkampanye yang terpenting bukan berapa titik yang bisa dikunjungi, melainkan suasana dan perasaan yang terbangun dengan mereka.

Selain itu, sekarang saya bisa membawa cerita tentang anak saya, untuk mengedukasi. Saya salah satu yang mengalami infertilitas. Saya sudah sepuluh kali mengikuti metode bayi tabung. Sudah pernah sampai calon bayi sudah ada detak jantungnya, tapi keguguran lagi dan lagi. Pemilu 2019 lalu saya mengalami keguguran. Saya ingat masih melakukan kampanye ketika belum dikuret.