Sinyal Kuat Perkawinan XL dan Smartfren

Logo

Kabar mengenai rencana merger dua perusahaan telekomunikasi, PT XL Axiata Tbk (EXCL) dan PT Smartfren Telecom Tbk (FREN) semakin santer terdengar. Penyatuan kedua perusahaan ini merupakan upaya konsolidasi terbaru di industri telekomunikasi di tengah semakin beratnya bisnis ini.

Pemerintah sudah memberikan lampu hijau terhadap kemungkinan merger kedua operator seluler ini. Hal ini diungkapkan oleh Menteri Komunikasi dan Informatika Budi Arie Setiadi. “Iya (merestui), lebih sehat dan efisien. Tiga (operator) cukup,” ujar Budi di sela-sela kunjungannya ke Apple Developer Academy di BSD, Kabupaten Tangerang, pada Selasa (26/3).

Ia mengaku sudah mendapatkan informasi mengenai merger ini. Meski begitu, ia menyerahkan proses bisnis terkait merger itu kepada XL dan Smartfren. “Sudah, biar saja mereka. Kalau kita (pemerintah) kan cuma sudah, lu merger saja,” tuturnya.

Kabar terbaru ini seolah menghidupkan kembali pembicaraan mengenai merger kedua perusahaan yang pernah dilakukan Axiata Group Berhad yang merupakan induk dari XL Axiata dan Grup Sinar Mas, konglomerasi yang mengendalikan saham Smartfren, pada 2021. Pada saat itu, keduanya tidak terang-terangan mengakui pendekatan itu meskipun kemudian mereka menyatakan membuka peluang konsolidasi dengan pelaku bisnis lainnya demi efisiensi.

Mengapa XL dan Smartfren Membuka Opsi Merger?

Sumber Katadata menyebut pemegang saham Smartfren dan XL sudah melakukan penjajakan untuk bertemu dan membahas lebih lanjut mengenai kemungkinan merger tersebut. Mereka sedang membahas skema merger. Jika penggabungan kedua bisnis ini terwujud, entitas hasil merger ini berpotensi menjadi perusahaan telekomunikasi terbesar kedua di Indonesia.

Saat ini, operator telekomunikasi terbesar di Indonesia dari sisi kapitalisasi pasar maupun pangsa pasar adalah PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel), dengan 151,8 juta pelanggan. PT Indosat Ooredoo Hutchison Tbk (ISAT) berada di urutan kedua dengan 98,9 juta pelanggan. XL Axiata di posisi ketiga dengan 55,9 juta pelanggan. Adapun Smartfren berada di posisi keempat dengan 36 juta pelanggan.

Operator Seluler (Katadata/Very Anggar Kusuma)

Lewat merger, XL dan Smartfren bisa memperbesar jumlah pelanggan dan cakupan layanan mereka. Yang terpenting, mereka bisa menghemat belanja modal (capital expenditure) untuk pembangunan infrastruktur dan jaringan.

Perusahaan-perusahaan telekomunikasi saat ini menghadapi kesulitan untuk meningkatkan akuisisi pelanggan baru. Pasalnya, di Indonesia sudah ada sekitar 350 juta kartu pelanggan telekomunikasi sedangkan jumlah pelanggan hanya 200 juta.

Bayangkan, jumlah kartu yang beredar lebih banyak daripada jumlah penduduk Indonesia yang mencapai 270 juta jiwa. Ini berarti setiap pelanggan rata-rata memiliki 1,75 nomor.

Salah satu indikator kesehatan industri telekomunikasi adalah Average Revenue Per User (ARPU). Beberapa dekade yang lalu, ARPU industri telekomunikasi Indonesia berada di kisaran Rp 75.000 – Rp 100.000. Data pada akhir 2023 menunjukkan Telkomsel memiliki blended ARPU sebesar Rp 47.500, Indosat Rp 35.600, dan XL Rp 43.000. Sementara data Smartfren per 30 September 2023 menunjukkan ARPU sebesar Rp 26.000.

Untuk mengakuisisi pelanggan baru, operator telekomunikasi bersaing menawarkan paket pulsa dan kuota internet dengan harga yang murah. Akibatnya, terjadi perang harga. Misalnya, pada masa pandemi Covid-19 ketika daya beli masyarakat terpukul.

Akan tetapi, para operator akhirnya sepakat untuk mengakhiri persaingan tidak sehat ini. Mereka sadar perang harga hanya akan membuat kinerja keuangan mereka berdarah-darah.

Selain persaingan ketat untuk memperebutkan pelanggan, operator telekomunikasi selalu membutuhkan belanja modal yang besar untuk pengembangan jaringan. Peraturan pemerintah yang melarang operator telekomunikasi berbagi frekuensi dan infrastruktur menyebabkan masing-masing operator harus menyiapkan dana besar. Yang terbaru adalah kebutuhan untuk ekspansi jaringan 5G.

“Kalau boleh sharing, nggak masalah. Karena nggak boleh sharing, jadi kita masing-masing bikin,” ujar Presiden Direktur XL Axiata Dian Siswarini di sela-sela Mobile World Congress (MWC) 2024, pada Februari lalu.

Ia menilai merger bisa membentuk perusahaan telekomunikasi yang sehat dengan profitabilitas yang baik. Dian mengatakan para pemegang saham XL Axiata selalu melihat peluang konsolidasi lewat merger dengan Smartfren. “Pertanyaannya, apa mungkin akan terjadi dan kapan? Tergantung ya, kalau orang mau kawin harus cocok,” ujarnya.

Sementara itu, Presiden Direktur Smartfren Merza Fachys menyebut penjajakan merger sedang dibahas oleh pemegang saham kedua perusahaan. “Kami berharap mudah-mudahan terjadi, mudah-mudahan positif,” kata Merza usai Tech & Telco Summit 2024, Selasa (5/3).

Ia menyebut merger akan bisa menghemat sumber daya manusia, perangkat, jaringan maupun modal. Merza mencontohkan Telkomsel sebagai operator yang memiliki jaringan paling besar di Indonesia.