Outlook 2023: Tahun Sulit dengan Risiko Multikrisis

Outlook 2023: Tahun Sulit dengan Risiko Multikrisis

Berbagai lembaga memperkirakan perekonomian dunia akan semakin terpuruk pada tahun 2023. Pertumbuhan ekonomi Indonesia berpotensi melambat di bawah 5%. Status PPKM yang dibatalkan dan UU PPSK akan membantu Indonesia hingga 2023.

Perekonomian Indonesia sepanjang tahun 2022 mendapat pujian. IMF bahkan menyebut Indonesia sebagai titik terang di tengah gejolak ekonomi global. Namun, keberuntungan belum tentu ada di pihak Anda lagi. Perang yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina, inflasi yang tinggi dan kenaikan suku bunga akan berdampak pada perekonomian Indonesia di tahun 2023.

Presiden Joko Widodo berulang kali mengingatkan bahwa situasi ekonomi dunia berpotensi suram pada tahun 2023. Perekonomian semakin sulit diprediksi, teori ekonomi standar tidak cukup untuk menyelamatkan perekonomian.

“Situasi saat ini tidak lagi berdasarkan standar yang ada, ini benar-benar situasi yang sangat sulit,” kata Jokowi dalam Economic Review, Rabu (21/12).

Sejumlah lembaga internasional sibuk mengoreksi prospek pertumbuhan ekonomi dunia pada 2023. IMF menurunkan proyeksi dari 2,9% menjadi 2% (Oktober), Bank Dunia merevisi proyeksi dari 3,2% menjadi 2,9% (Juli), dan Pemotongan OECD diproyeksikan dari 3% menjadi 2,2% (November).

Bank asing global Goldman Sachs dan JP Morgan bahkan memprediksi ekonomi dunia akan tumbuh di bawah 2% pada 2023.

Meski diprediksi perekonomian dunia akan terus tumbuh, IMF memprediksi sepertiga perekonomian dunia akan mengalami resesi pada tahun 2023. Ratusan juta orang juga akan mengalami kondisi ekonomi yang mirip resesi meski perekonomian negaranya masih lesu. pertumbuhan.

Multikrisis dan pengaruhnya terhadap perekonomian Indonesia

Bank Dunia dalam pandangannya juga memperingatkan bahwa badai ekonomi yang lebih besar berpotensi terjadi pada tahun 2023. Badai ini akan menghapus capaian pembangunan banyak negara selama beberapa dekade.

Perang antara Rusia dan Ukraina menambah tekanan pada banyak negara, terutama negara yang belum sempat pulih dari wabah Covid-19. Meningkatnya inflasi dan pemulihan ekonomi yang melemah memperburuk risiko tekanan utang yang sudah tinggi akibat pandemi. Presiden Joko Widodo mengatakan pada Oktober 2022 bahwa 28 negara antre untuk meminjam dari IMF karena masalah ekonomi.

Sementara, berdasarkan data IMF, ada 15 negara yang mendapat pinjaman sepanjang 2022. Total, 94 negara masih memiliki utang ke IMF senilai US$112 miliar per 27 Desember 2022.

Menteri Keuangan Sri Mulyani juga mengingatkan potensi risiko tiga krisis yang akan dihadapi dunia, yakni energi, pangan, dan keuangan. Situasi ekonomi dunia akan mempengaruhi

Bahkan, dia melihat target pertumbuhan ekonomi dalam APBN 2023 yang disusun pada pertengahan 2022 sebesar 5,3% terlalu ambisius mengingat situasi saat ini.

Sri Mulyani melihat risiko ekonomi melambat pada 2023 dan hanya tumbuh 4,7%. Risiko ini sudah masuk dalam perhitungan target penerimaan pajak tahun depan.

“Target penerimaan pajak Rp 1.718 triliun dihitung dengan sangat hati-hati dan memperhitungkan koreksi harga komoditas dan perlambatan ekonomi 4,7%,” kata Sri Mulyani di akun Instagramnya, Sabtu (24/12).

Namun, pemerintah tidak mengubah target APBN 2023 dan tetap memperkirakan pertumbuhan ekonomi di atas 5%.

Sementara itu, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2023 akan melambat dan berada di titik tengah kisaran 4,5%-5,3% atau 4,9%. BI juga telah mengeluarkan prakiraan pertumbuhan ekonomi 2023 sebesar 4,37% yang digunakan untuk menyusun anggaran kelembagaannya.

Perry juga melihat perekonomian Indonesia akan terpengaruh oleh kondisi global yang cenderung memburuk pada tahun 2023. BI memperkirakan perekonomian global akan tumbuh sebesar 2,6%, lebih lambat dibandingkan tahun 2022 yang tumbuh pada tahun 2022. Dalam skenario yang lebih buruk, BI memperkirakan perekonomian global ekonomi akan tumbuh hanya 2%.

“Resesi ekonomi global dipengaruhi oleh fragmentasi ekonomi, perdagangan dan investasi akibat ketegangan politik yang masih berlangsung dan dampak pengetatan kebijakan moneter yang agresif di negara-negara maju,” kata Perry.

Ekonom dan lembaga internasional juga melihat ekonomi Indonesia akan melambat di tahun 2023. Bahkan ada yang memangkas proyeksinya dan memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia di bawah 5%, termasuk OECD dan ADB.

Dalam outlook kedua terbaru yang dirilis pada Desember 2022, OECD merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 4,8% menjadi 4,7%, sementara ADB memangkas proyeksinya dari 5% menjadi 4,8%.

Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede juga memperkirakan ekonomi tahun depan hanya tumbuh 4,7% hingga 4,9%. Konsumsi rumah tangga dan investasi yang menyumbang hampir 80% perekonomian Indonesia akan melambat.

Dua komponen utama ekonomi Indonesia dipengaruhi oleh suku bunga yang tinggi dan kepercayaan konsumen yang menurun di tengah perlambatan global dan penurunan harga komoditas.

“Ekspor neto juga diperkirakan tidak setinggi tahun ini karena perkiraan perlambatan ekonomi dunia dan moderasi harga komoditas,” katanya.

Core Indonesia juga melihat perlambatan pertumbuhan konsumsi dan investasi tahun depan. Lembaga ini memperkirakan perekonomian Indonesia akan tumbuh sebesar 4,5% hingga 5% pada tahun 2023.

Ketentuan untuk Indonesia: UU PPSK Pencabutan Status PPKM

Meski perekonomian dunia sedang bergejolak, Indonesia jauh dari resesi ekonomi seperti yang diprediksi IMF akan mempengaruhi sepertiga perekonomian dunia. Beberapa capaian ekonomi di tahun 2022 diharapkan dapat membantu situasi ekonomi di tahun 2023.

“Pilar ekonomi makro kita adalah neraca pembayaran, APBN, moneter, dan pertumbuhan sektor riil. Kami akan berusaha untuk terus meningkatkannya memasuki tahun 2034 yang menurut Presiden semakin sulit diprediksi,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Kinerja ekonomi Indonesia sepanjang tahun 2022 memang cukup menjanjikan. Pertumbuhan ekonomi diperkirakan melebihi 5%, neraca pembayaran diperkirakan surplus ditopang oleh surplus perdagangan yang mencapai US$ 50 miliar, dan defisit APBN lebih kecil dari perkiraan karena pendapatan nasional melebihi target.

Namun, pemerintah belum tentu memiliki keyakinan penuh memasuki tahun 2023. Selain memastikan ekonomi stabil tahun ini, pemerintah juga menyiapkan pasokan agar kinerja ekonomi tahun depan tetap kuat.

Sri Mulyani antara lain mengalokasikan dana cadangan dari surplus anggaran 2022 atau Silpa. Dia mengatakan, jumlah yang disediakan setidaknya Rp 200 triliun.

Ketentuan lainnya adalah Undang-Undang Penguatan dan Pengembangan Sistem Keuangan (PPSK). Sri Mulyani dalam kesempatan berbeda menekankan pentingnya UU PPSK di tengah situasi ekonomi yang sulit saat ini.

Kepala Bidang Ekonomi David Sumual pun mengamini pendapat Sri Mulyani. Meski kondisi perekonomian dan sistem keuangan Indonesia saat ini relatif baik, ekspektasi tetap diperlukan.

“Memang kita harus mengantisipasi skenario terburuk jika terjadi krisis, karena ternyata kemarin saat pandemi kita juga gagap, makanya kita buat peraturan pemerintah dan lain-lain,” ujar David kepada Katadata.co.id.

Menurutnya, UU PPSK dapat menjadi landasan baru yang penting dalam pencegahan dan penanganan krisis keuangan. Regulasi ini juga mampu membangun kepercayaan pasar di tengah ketidakpastian ekonomi saat ini.

Namun, David menegaskan kondisi Indonesia saat ini cukup baik, sehingga sebenarnya jauh dari potensi resesi hingga krisis keuangan.

Pemerintah juga resmi membatalkan pelaksanaan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) mulai Jumat (30/12). Pembatalan kebijakan ini dinilai BI untuk meningkatkan konsumsi masyarakat pada 2023 yang akan berkontribusi signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

“Dampak mobilitas ini akan kita pantau setelah PPKM. Jika konsumsi bisa meningkat dengan dibatalkannya PPKM, tentu pertumbuhan ekonomi akan cenderung di kisaran 5%,” ujar Perry.

Namun, Chief Economist BNI Sekuritas Damhuri Nasution melihat perubahan status tersebut tidak akan berpengaruh signifikan terhadap perekonomian Indonesia di tahun 2023. “Karena setelah penyebaran Covid-19 menurun (dalam beberapa bulan terakhir), aktivitas masyarakat sebenarnya cukup normal. ” dia berkata.

“Dampak mobilitas ini akan kita pantau setelah PPKM, kalau konsumsi ini bisa meningkat dengan dibatalkannya PPKM, tentu pertumbuhan ekonomi kita cenderung di kisaran 5%,” ujar Perry.