Perkara Keuangan Perempuan, Tak Hanya Persoalan Inklusi

Logo

Angka literasi keuangan masih rendah jika dibandingkan dengan inklusi keuangan. Koalisi Inklusi Keuangan Digital Perempuan (IKDP) membantu Indonesia mencapai target inklusi keuangan dengan berfokus ke perempuan. Jasa keuangan digital dan konvensional didorong untuk mengembangkan produk dan jasa yang terjangkau bagi UMKM perempuan.

BAYAR UTANG, JANGAN KABUR” Ini adalah salah satu pesan ancaman yang termasuk “lembut” dari ratusan pesan WhatsApp yang biasa diterima Caca, bukan nama sebenarnya. Di hari lain, pesan ancaman tidak jarang memakai kata kasar dan memaki-maki.

Perempuan 26 tahun itu memang terlilit utang fintech lending atau pinjaman online (pinjol) hingga lebih dari Rp 15 juta. Total utang tersebut tidak terpusat di satu aplikasi saja. Caca memiliki lebih dari 20 utang telat bayar yang terpisah, baik dari pinjol legal maupun ilegal.

Dia bercerita masalah ini berawal dari investasi bodong alat kesehatan saat pandemi Covid-19. Saat investasi pertama dan kedua, dirinya berhasil mendapat imbal hasil. Keberhasilan ini membuatnya menitipkan uang lebih banyak di investasi ketiga.

Dia bahkan sampai meminta tambahan uang dari teman, keluarga, dan saudara dalam investasinya tersebut. Bukannya mendapat imbal hasil lebih besar, orang yang dia titipkan justru membawa kabur uangnya.

“Jadi ya sudah, akhirnya gali lubang tutup lubang sampai jatuh,” kata Caca kepada Katadata.co.id, Kamis (21/9).

Saat pertama kali menggunakan pinjol, Caca sebenarnya tidak tahu soal layanan ini. Dia awalnya hanya memanfaatkan salah satu fitur pinjaman dari sebuah situs e-commerce.

Sulitnya melunasi utang pinjaman tersebut membuat dia mengambil pinjaman di aplikasi lain dan terus berlanjut. Saat ini, pesan ancaman dari penagih utang pinjol legal dan ilegal sudah menjadi makanan Caca tiap hari.

Data pribadinya juga sudah beberapa kali disebar oleh layanan penyedia pinjol. Beberapa kali keluarga, teman, bahkan kantornya juga sudah pernah dihubungi penagih utang.

Caca sebenarnya sudah berhasil melunasi sebagian utangnya. Namun, sebagian lainnya dia memutuskan untuk tidak melunasi dengan risiko yang ada.

Ada delapan pinjol legal yang Caca gagal bayar. Dia sudah tidak membayar utang tersebut selama lima bulan.

Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Friderica Widyasari Dewi mengatakan penagihan utang berlebihan memang kerap dilakukan pinjol ilegal.

“Walaupun tidak tertutup kemungkinan ada juga pinjol legal yang melakukan pelanggaran ketentuan terhadap nasabahnya,” ujar Friderica kepada Katadata.co.id, Kamis (21/9).

Meski begitu, dia menekankan pinjol, terutama yang berizin dan diawasi oleh OJK, tetap memiliki peran untuk masyarakat. Layanan ini telah membantu banyak pihak yang perlu pendanaan, seperti membantu usaha atau menutup sementara kebutuhan dana masyarakat.

Namun, melihat kasus Caca, OJK masih perlu melakukan perlindungan konsumen. Salah satunya dengan cara memberikan literasi dan edukasi sektor jasa keuangan, layanan, dan produknya.

Literasi keuangan diperlukan agar konsumen memahami risiko-risiko keuangan, beragam jenis produk, layanan, dan manfaat melakukan transaksi keuangan. Dengan begitu, konsumen dapat membuat keputusan yang tepat dalam memilih layanan dan produk keuangan.

Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan oleh OJK menunjukkan ada peningkatan literasi keuangan di Indonesia. Pada 2019, angkanya hanya 38,03%, lalu meningkat menjadi 49,68% pada 2022.

Literasi keuangan perempuan pun untuk pertama kalinya lebih tinggi dari laki-laki pada 2022. Perempuan memiliki literasi keuangan 50,33%, sedangkan laki-laki memiliki literasi keuangan 49,05%.

Namun, literasi ini masih rendah jika dibandingkan dengan inklusi keuangan yang sudah mencapai 85,1%. Ini berarti ada jarak sekitar 35% antara literasi keuangan dan inklusi keuangan. Masih besarnya jarak ini membuat kasus-kasus seperti yang terjadi pada Caca masih marak terjadi.

Keuangan Digital Kunci Inklusi Perempuan

Literasi keuangan perempuan yang lebih tinggi dari laki-laki adalah hasil dari banyak pihak yang memprioritaskan perempuan. Namun, literasi ini masih dapat ditingkatkan lagi.

OJK menargetkan literasi keuangan Indonesia bisa mencapai 65% sampai 70% selanjutnya, termasuk perempuan. “Ibu rumah tangga atau perempuan sebagai “menteri keuangan” bagi keluarganya memiliki peranan sangat penting terutama dalam hal keuangan,” kata Friderica.

Women’s World Banking (WWB), sebuah organisasi nirlaba yang fokus pada pembiayaan pengusaha skala mikro perempuan, pun melihat hal yang sama. Deputi Direktur WWB Asia Tenggara untuk Advokasi Kebijakan, Vitasari Anggraeni mengatakan literasi keuangan, terutama digital, menjadi kunci untuk perempuan berpendapatan rendah agar dapat memanfaatkan akses dan sumber daya keuangan yang ada agar mereka berdaya.

Keuangan digital dapat dapat memangkas biaya, waktu, serta proses transaksi. Namun, menurut Vita, konsumen kerap tidak memahami secara menyeluruh produk dan layanan keuangan yang ditawarkan serta risiko-risiko yang ada.

Pada Juli 2022, WWB pun meluncurkan Koalisi Inklusi Keuangan Digital Perempuan (IKDP) untuk membantu Indonesia mencapai target inklusi keuangannya dengan berfokus ke perempuan. WWB memilih Indonesia dan Ethiopia sebagai rintisan program ini.

Di Indonesia, Koalisi IKDP telah menggandeng pembuat kebijakan seperti Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), OJK, dan Bank Indonesia. Koalisi juga bekerja sama dengan jasa keuangan dan platform digital seperti BRI, DANA, dan LinkAja.

Sejak diluncurkan, WWB lewat Koalisi IKDP telah menyalurkan hibah terhadap 10 lembaga swadaya masyarakat. Masing-masing hibah berkisar US$ 10 ribu hingga US$ 20 ribu. Penyaluran hibah ini awalnya digunakan untuk menyalurkan pelatihan literasi keuangan digital untuk kelompok-kelompok perempuan.

Salah satu penerima hibah adalah Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI). Lewat hibah ini, HWDI dapat melakukan survei soal layanan keuangan digital yang melibatkan 695 responden perempuan disabilitas. HWDI juga menyelenggarakan pelatihan pengelolaan keuangna digital untuk perempuan disabilitas di 34 provinsi.

Penerima lain adalah Ruang Kolaborasi Perempuan yang melatih literasi digital untuk 50 perempuan di Sulawesi Selatan. Para perempuan ini selanjutnya akan melatih langsung 1.000 perempuan soal literasi digital.

Asisten Deputi Pengarusutamaan Gender Bidang Ekonomi KemenPPPA, Dewa Ayu Laksmiadi Janapriati mengatakan koalisi ini selaras dengan strategi nasional keuangan inklusif yang menargetkan inklusi keuangan dapat mencapai 90% pada 2024.

“Inklusi keuangan perempuan sendiri masih lebih rendah dari laki-laki. Perempuan 83% dan laki-laki 86%,” kata Laksmi pada Katadata.co.id, Selasa (19/9).

Ilustrasi pemberdayaan perempuan dalam literasi keuangan digital. KEUANGAN (ANTARA FOTO/Novrian Arbi/nz)

Berdaya Lewat UMKM

Koalisi IKDP tidak berhenti di situ. Selanjutnya, koalisi berharap dapat meningkatkan kesejahteraan perempuan yang menjadi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Terutama karena 64,5% UMKM dikelola perempuan.

Meski mayoritas dikelola perempuan, ada kesenjangan pendapatan antara pelaku UMKM perempuan dan laki-laki. Penelitian WWB pada UMKM yang menggunakan e-commerce menunjukkan tingkat penjualan pelaku UMKM perempuan lebih rendah sekitar 22% dari pada laki-laki.

Koalisi IKDP pun mendorong pemerintah untuk mendukung inisiatif penyediaan smartphone biaya rendah untuk UMKM perempuan mengakses layanan keuangan. Sedangkan jasa keuangan digital dan konvensional didorong untuk mengembangkan produk dan jasa yang terjangkau bagi UMKM perempuan.

Layanan keuangan digital dinilai lebih mudah dan cepat untuk kebutuhan UMKM. Khalifia Putri, 23 tahun, adalah salah satu yang merasakan kemudahan dari layanan digital saat menjalankan UMKM-nya. Kemudahan ini mulai dari transaksi, pengelolaan, hingga menjamin keamaan keuangannya.

Khalifia belum menggunakan layanan digital saat awal berusaha, transaksi bahkan masih dilakukan tunai. Hal ini berubah ketika dia menggunakan layanan dompet digital dan perbankan digital.

“Sekarang saat aku menggunakan dua instrumen itu aku lebih merasa aman, mudah, dan praktis,” katanya kepada Katadata.co.id, Minggu (17/9).

Apa yang dirasakan Khalifia ini yang dicoba diperluas ke banyak UMKM oleh Koalisi IKDP. Untuk itu, koalisi telah memberikan lima program literasi keuangan digital dan pengembangan UMKM perempuan di Jakarta, Makassar, Surakarta, Yogyakarta, dan Lombok.

DANA, layanan dompet digital yang bergabung dengan Koalisi IKDP, juga telah meluncurkan program SisBerdaya pada akhir 2022. Program ini tidak hanya memberikan pelatihan tapi juga mendanai UMKM yang berpartisipasi sebesar Rp 5 juta – Rp 10 juta.

Vita, perwakilan WWB, mengatakan ini adalah pentingnya produk layanan keuangan digital yang dirancang dengan perspektif gender. “Ketimpangan dapat diatasi dan secara langsung meningkatkan ekonomi negara,” katanya.