Ariawan Gunadi : Polemik Kenaikan PPN 12%: Menilik Dampak Terhadap Sektor Perdagangan

Logo Katadata

Pada pertengahan Maret 2024, publik kembali dikejutkan dengan polemik wacana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) setelah sebelumnya terdapat kontroversi kenaikan pajak industri hiburan yang menjadi sorotan luas pada bulan Januari lalu. Polemik ini bergulir paska menguatnya wacana kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada tahun 2025 yang diumumkan oleh Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartanto.

Tak pelak wacana ini menimbulkan pro dan kontra dari berbagai kalangan karena kenaikan tersebut dianggap terlalu agresif, mengingat tarif PPN baru saja naik menjadi 11% pada bulan April 2022. Kenaikan tarif sebesar 1% pada waktu itu dianggap sebagai langkah yang berani karena tarif PPN yang telah berlaku sejak tahun 1983 tidak pernah mengalami perubahan hingga tahun 2022.

Apabila nantinya wacana kenaikan PPN ini terwujud, tarif PPN Indonesia akan menjadi yang tertinggi di antara negara-negara ASEAN menyamai tarif PPN di Filipina. Untuk perbandingan, tarif PPN di Thailand sebesar 7%; Singapura sebesar 9%; dan Malaysia sebesar 10%.

Sejatinya, wacana kenaikan tarif PPN menjadi 12% pada tahun 2025 bukanlah hal baru. Hal ini telah ditetapkan sejak Oktober 2021 dalam Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

Dalam Pasal 4 angka 2 yang mengubah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, disebutkan tarif PPN akan mengalami kenaikan yang dilakukan dalam 2 tahap. Kenaikan menjadi 11% pada bulan April 2022 dan kenaikan menjadi 12% pada bulan Januari 2025, guna menghindari dampak yang terlalu besar pada perekonomian.

Mengkaji Dampak Terhadap Sektor Perdagangan

Sejatinya kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% memiliki pengaruh signifikan terhadap sektor perdagangan karena kebijakan ini berdampak ke seluruh lapisan masyarakat.

Pertama, kenaikan PPN sebesar 1% berpotensi semakin mendorong inflasi. Meskipun kenaikan tarif PPN hanya sedikit, namun dampaknya merambat hampir ke semua harga produk dan beberapa aktivitas jasa. Studi yang dilakukan oleh Aaron dalam laporan yang diterbitkan oleh Ernst & Young pada tahun 2010 menunjukkan 1% kenaikan tarif PPN dapat berdampak pada kenaikan tingkat harga agregat kurang dari 1%. Selain itu, kenaikan PPN akan menyebabkan peningkatan harga produk sehingga membuat barang dan jasa menjadi lebih mahal bagi masyarakat.

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke [email protected] disertai dengan CV ringkas dan foto diri.