Prahara Tesla Tak Lagi Lirik Investasi di Indonesia

Logo

Malaysia menawarkan flesibilitas kepada Tesla, yang tidak ada di Indonesia.Kilau nikel tak cukup menjadi motivasi investor masuk ke Tanah Air.Adopsi kendaraan listrik di Indonesia cenderung lambat.

 

Gembar-gembor pemerintah selama tiga tahun tentang investasi Tesla berujung pahit. Alih-alih mendapat kabar positif, pemerintah justru kecele dengan aksi terbaru pemilik perusahaan mobil listrik tersebut, Elon Musk. Ia memilih investasi perdananya di Asia Tenggara untuk Malaysia, bukan Indonesia.

Tesla memutuskan membangun kantor pusat regional di Cyberjaya, Malaysia. Selain itu, perusahaan juga akan mendirikan pusat layanan, pusat pengalaman (experience centre), dan jaringan pengisian daya baterai (supercharger network).

Sebelumnya, Tesla dikabarkan akan membangun pabrik berkapasitas satu juta mobil per tahun di Asia Tenggara. Kabar yang berembus pada 2020 ini kemudian direspon pemerintah Indonesia, yang sedang gencar membangun ekosistem kendaraan listrik. 

Lobi-lobi pun pemerintah lakukan. Pada April 2022, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan bertemu dengan Musk di Amerika Serikat. Puncaknya, sebulan kemudian, Presiden Joko Widodo bertemu dengan orang terkaya sejagat itu di Gedung Stargate SpaceX, Boca Chica, AS.

Setahun tak menunjukkan tanda-tanda, Tesla kini memilih Malaysia. Merespon kabar tersebut, Luhut menyebut akan bertemu Musk pada awal bulan ini. Agenda utamanya adalah finalisasi Tesla untuk berinvestasi di Indonesia. “Ya, itu mau kami finalkan,” ucapnya pada Senin (24/7).  

TESLA-RESULTS (ANTARA FOTO/REUTERS / Mike Blake/pras/dj)

 

Sulitnya Investasi di Indonesia

Pembukaan kantor dan showroom Tesla di Malaysia disepakati setelah pertemuan virtual antara Perdana Menteri Anwar Ibrahim dengan Musk pada bulan lalu. Dalam pertemuan itu turut hadir Menteri Investasi, Perdagangan, dan perindustrian Tengku Datuk Seri Utama Zafrul dan Menteri Komunikasi dan Digital Fahmi Fadzil. 

“Saya mengucapkan selamat dan mendukung pemerintah atas pembukaan kantor pusat, pusat layanan, dan pusat showroom kendaraan listrik Elon Musk, Tesla, di Selangor tahun ini,” kata Anwar, dilansir dari Antara. 

Melansir situs resmi Otoritas Pengembangan Investasi Malaysia, ada empat investasi utama Tesla di negara itu, yakni:

Kantor pusat dan pusat layanan di Cyberjaya, Selangor yang memiliki fungsi operasi, pemasaran, pelatihan, hingga layanan purnajual. Layanan impor mobil listrik Model Y dan Model 3Jaringan supercharger di seluruh lokasi strategis di Malaysia agar adopsi kendaraan listrik semakin luas. Pusat pengalaman alias experience center, tempat di mana pelanggan bisa merasakan model kendaraan listrik terbaru secara langsung. 

Tesla telah meluncurkan stastiun pengisian daya supernya di Pavilion, Bukit Bintang, Kuala Lumpur. Ini menjadi stasiun pengisian daya kendaraan listrik alias electric vehicle (EV) pertama Tesla di negara tersebut. 

Perusahaan, melansir dari kantor berita Bernama, akan membangun minimal 50 stasiun pengisian daya secara nasional. Sembilan lokasi telah masuk dalam rencana, yang fokus pada pusat kota-kota besar di Malaysia.

 

Tengku Zafrul mengatakan, jumlah stasiun pengisian EV menunjukkan tren kenaikan di negaranya. Hal ini juga seiring permintaan dan pasokan mobil listrik. Dengan begitu, investasi untuk stasiun tersebut dapat mencapai titik impas alias breakeven dalam dua hingga tahun. 

Targetnya, pada 2025 telah terbangun 10 ribu stasiun pengisian kendaraan listrik. Angkanya kini masih seribu stasiun. Target untuk pasar EV diperkirakan mencapai 15% dari total volume industri kendaraan pada 2030 dan 38% pada 2040. 

Komentar pun muncul dari Direktur Pelaksana Kamar Dagang Amerika Indonesia Lin Neumann. Dalam opininya yang dimuat Nikkei Asia, Neumann menulis fleksibilitas yang ditawarkan pemerintah Malaysia yang membuat investasi ini bisa gol. Fleksibilitas tersebut meliputi jaminan tidak perlu berbagai keuntungan dengan pihak lokal dan bebas dari biaya impor. 

Dengan kebebasan biaya impor yang ditawarkan Malaysia, Tesla bisa menjual mobilnya dengan harga di bawah US$ 50 ribu. Menurut Neumann, ini hanya seperempat harga pasaran Tesla di Singapura atau Indonesia. Sedangkan Indonesia menetapkan biaya impor 50% untuk mobil listrik yang sudah dirakit, dengan tujuan meningkatkan investasi manufaktur lokal.

“Kedatangan Tesla ke Malaysia dapat mendesak kebijakan Indonesia terhadap produk lokal, mulai dari farmasi hingga ponsel,” tulis Neumann. “Kebijakan ini sudah lama ditentang investor luar negeri yang bahkan membantu Vietnam beroleh minat investasi yang relatif lebih besar dalam beberapa tahun terakhir.”

TESLA-CHINA/DELIVERY (ANTARA FOTO/REUTERS/Yilei S)

Potensi Ribuan Triliun dari Gigafactory Tesla

Keunggulan Indonesia di segi ekosistem mobil listrik adalah melimpahnya nikel di Tanah Air. Mineral inilah yang menjadi salah satu bahan baku penting dalam baterai untuk kendaraan listrik, seiring dengan grafit dan tembaga. 

Badan Survei Geologi Amerika Serikat memperkirakan Indonesia punya cadangan nikel 21 juta metrik ton pada 2022, setara dengan Australia. Dengan total cadangan nikel di dunia senilai 100 juta metrik ton tahun lalu, maka Indonesia dan Australia masing-masing menyumbang 21% dari total cadangan nikel dunia.

Perbandingannya bisa dilihat dalam Databoks berikut:

 

Angan tinggi pemerintah akan pembangunan gigafactory Tesla di Indonesia pun dinilai masuk akal oleh Guru Inovasi Prasetya Mulya Business School Ade Febransyah. Dalam hitung-hitungannya, rencana ini dapat menciptakan permintaan hingga Rp 1.000 triliun per tahunnya. 

Ade mulai menghitung dengan asumsi rata-rata harga pokok penjualan satu unit Tesla senilai US$ 36 ribu dan target produksi hingga satu juta unit per tahun. Dengan dua komponen ini, nilai perputaran uang mencapai US$ 36 miliar atau Rp 540 triliun. 

Kemudian bila seluruh unit yang diproduksi Tesla ini diserap pasar domestik dan keuntungan kotor sneilai 25%, maka akan tercipta nilai pasar senilai US$ 48 miliar atau sekitar Rp 720 triliun per tahun.

Ade turut menghitung pajak yang berlaku di Indonesia sehingga harga kendaraan bisa lebih mahal 1,5 kali lipat di banding luar negeri. Dengan hitung-hitungan itu, penciptaan nilai di sisi permintaan atau demand bisa menembus Rp 1.000 triliun setahunnya.

“Ini penciptaan nilai dari Tesla saja, belum lagi penciptaan nilai di sisi support lewat penyediaan infrastruktur supercharging yang selama ini diadakan oleh Tesla,” kata Ade dalam opininya di Katadata.co.id, Rabu (8/2), “Tidak mengherankan jika Tesla begitu dinantikan di sini.”

Ilustrasi Tesla (123rf.com/Lukas Gojda)

Ekosistem Kendaraan Listrik RI Perlu Dibenahi

Kilau nikel dan silau duit dari pabrik kendaraan listrik masih belum cukup menjadi motivasi investasi di Tanah Air. Pakar pertambangan hingga pengusaha kendaraan listrik sepakat, Indonesia harus berbenah sebelum Musk yakin menanamkan modal. 

Peneliti Alpha Research Database Ferdy Hasiman memulai daftar pekerjaan rumah ini dengan pemberantasan korupsi. Menurut dia, masalah ini terkesan klise tapi buktinya Kementerian Energi dan Sumber Daya Alam baru saja terjegal dugaan korupsi tambang bijih nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. 

“Daya tawar Indonesia itu sebenarnya tinggi, tapi orang pemerintahan yang membuat daya tawar itu mati.” kata Ferdy. “Menteri harus tertibkan bawahannya, supaya investor global tidak mengecap negatif Indonesia.”

Akhir Juli lalu, dua orang pejabat Kementerian ESDM sudah ditahan Kejaksaan Agung. Pertama adalah SM, Kepala Geologi Kementerian ESDM yang juga merupakan Mantan Direktur Pembinaan Pengusahaan Mineral Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM. Kedua adalah EVT selaku evaluator rencana kerja dan anggaran biaya pada Kementerian ESDM.

Dari penyidikan Kejagung, dua orang ini menerbitkan Rencana Kerja Anggaran Biaya alias RKAB 2022 sebesar 1,5 juta metrik ton ore nikel milik PT Kabaena Kromit Pratama dan beberapa juta metrik ton ore nikel pada RKAB perusahaan lain di sekitar blok Mandiodo.

Hal itu dilakukan tanpa melakukan evaluasi dan verifikasi sesuai ketentuan. Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Ketut Sumedana menyebut total kerugian negara akibat aktivitas pertambangan ilegal di blok Mandiodo ini mencapai Rp 5,7 triliun. 

 

Masalah lainnya, tak seperti di Malaysia, adopsi kendaraan listrik di Indonesia cenderung lambat. Hal ini terlihat dari jumlah stasiun pengisian kendaraan umum listrik alias SPKLU yang belum merata. 

Secara umum, SPKLU memang meningkat tiga kali lipat dari tahun sebelumnya, dengan total 570 stasiun terpasang. Namun, jumlah yang terpasang itu masih sekitar 20% di bawah terget pemerintah.

Problem lainnya, di wilayah Jakarta hampir 50% stasiun pengisian adalah stasiun pengisian dengan daya lambat. Sedangkan stasiun pengisian cepat dioperasikan oleh perusahaan di bawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan jauh dari tempat yang paling membutuhkannya, misalnya jalan raya atau tol.

Tak heran, masalah SPKLU ini menjadi yang utama penyebab hambatan adopsi kendaraan listrik di Indonesia, seperti terlihat pada grafik berikut ini:

Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform, Fabby Tumiwa, menjelaskan ada dua aspek dalam negeri lagi yang mesti dibenahi, yaitu ekosistem dan sumber daya manusia. Fabby melihat Tesla selaku perusahaan teknologi juga mempertimbangkan environment, social, and good governance alias ESG dalam investasi. 

Bila dibanding dengan Malaysia, Indonesia masih belum bisa menyediakan listrik hijau yang mumpuni. Pemerintah menawarkan pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batu bara sebagai sumber listrik Tesla.

Sedangkan Malaysia sudah punya TNBX, anak perusahaan Tenaga Nasional Berhad yang fokus pada penyediaan energi terbarukan sejak 2017. “Kawasan green industry Indonesia ada, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Air. Tapi baru akan selesai pada 2028, masih lama dan resikonya sangat besar,” kata Fabby.

Dari segi sumber daya manusia, Fabby melihat Tesla sebagai perusahaan teknologi yang butuh tenaga kerja berkemampuan tinggi. Talenta Indonesia masih belum sebaik negara lain, termasuk Malaysia.

Fabby kemudian menyimpulkan negara butuh mengakomodasi keinginan investor yang bisa jadi tidak sesuai dengan kemauan negara. Hal ini bisa disiasati dengan keunggulan kompetitif yang saling menguntungkan kedua belah pihak. 

“Enggak bisa sesuai mau kita, karena kita masih lebih butuh mereka. Mereka bisa investasi di negara lain, tidak serta-merta hanya karena Indonesia punya banyak cadangan nikel,” kata Fabby.